Al-Qur’ân Untuk Orang Yang Masih Hidup Bukan Untuk Orang Mati

Ustadz abu ismail muslim al - atsari

merupakan kerutinan di sebagian wilayah, orang membaca kitab suci al - qur’ân –atau membaca tulisan yâsin - setelah itu pahalanya dihadiahkan buat orang yang telah mati. terlebih lagi sebagian orang, terdapat menyewa ataupun membayar seorang ataupun sekelompok orang buat membaca al - qur’ân dan juga menghadiahkan pahalanya kepada keluarganya yang telah wafat dunia. pembacaan al - qur’ân ini sering - kali dicoba di rumah duka, di kuburan ataupun yang lain. benarkah perbuatan mereka itu bagi syari’at islam?

membaca al - qur’ân buat orang mati tidak dibenarkan dalam agama islam dengan alasan - alasan bagaikan berikut :

1. membaca al - qur’ân kemudian menghadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati tidak sempat dikerjakan oleh nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , para teman dan juga para tabi’in. sedangkan kewajiban kita dalam beragama merupakan menjajaki petunjuk, bukan membikin masalah baru. allâh azza wa jalla berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

katakanlah, “jika kalian (betul - betul) menyayangi allâh, ikutilah saya, tentu allâh mengasihi dan juga mengampuni dosa - dosamu. ” [ali ‘imrân/3: 31]

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

sebetulnya pada (diri) rasûlullâh itu telah terdapat suri teladan yang baik bagimu (ialah) untuk orang yang mengharap (rahmat) allâh dan juga (kehadiran) hari kiamat dan juga ia banyak menyebut allâh. [al - ahzâb/33: 21]

2. orang yang membolehkan membaca al - qur’ân kemudian menghadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati, ia wajib mendatangkan dalil dari al - qur’ân ataupun as - sunnah. bila ia tidak dapat mendatangkan dalil, berarti ia telah berdialog tentang agama tanpa dasar ilmu.

allâh subhanahu wa ta’ala berfirman :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

katakanlah, “rabbku cuma mengharamkan perbuatan yang keji, yang terlihat ataupun yang tersembunyi, dan juga perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa sebab yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan allâh dengan suatu yang allâh tidak merendahkan hujjah buat itu dan juga (mengharamkan) mengada - adakan terhadap allâh apa aja yang tidak kalian tahu (berdialog tentang allâh tanpa ilmu) ” [al - a’râf/7: 33]

syaikh abdul aziz bin abdullâh bin bâz rahimahullah berkata, “berbicara tentang allâh tanpa ilmu tercantum masalah terbanyak yang diharamkan allâh. terlebih lagi itu lebih besar dari perbuatan syirik. karna dalam ayat tersebut allah azza wa jalla menyusunkan perkara - perkara yang diharamkan mulai dari yang amat rendah ke yang amat besar. berdialog tentang allâh tanpa ilmu, meliputi berdialog (tanpa ilmu) tentang hukum - hukum allah, syari’at - nya dan juga agamanya. tercantum berdialog tentang nama - nama dan juga sifat - sifat allah azza wa jalla. ini lebih besar dosanya daripada berdialog (tanpa ilmu) tentang syari’at dan juga agama allah azza wa jalla. ”[1]

3. barangsiapa membolehkan membaca al - qur’ân buat dihadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati, berarti ia telah membikin syari’at yang tidak diidzinkan oleh allâh azza wa jalla. allah azza wa jalla berfirman mengingkari orang - orang musyrik yang menjajaki syariat agama yang tidak diidzinkan oleh allah:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

apakah mereka memiliki sembahan - sembahan tidak hanya allâh yang mensyariatkan buat mereka agama yang tidak diizinkan allâh? sekiranya tidak terdapat ketetapan yang memastikan (dari allâh) tentulah mereka telah dibinasakan. [asy - syûrâ/42: 21]

4. perbuatan tersebut berlawanan dengan firman allâh azza wa jalla :

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

seseorang yang berdosa tidak hendak memikul dosa teman . dan juga seseorang manusia tiada mendapatkan tidak hanya apa yang telah diusahakannya. [an - najm/53: 38 - 39]

imam asy - syaukani rahimahullah mengatakan, “maksudnya merupakan seseorang manusia cuma memperoleh pahala dari usaha dan juga balasan perbuatannya seorang diri. amalan seorang tidak dapat mendatangkan khasiat untuk teman . keumuman arti dalam ayat ini dikecualikan dengan misalnya firman allâh azza wa jalla :

أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. [ath - thûr/52: 21]

dan juga misalnya riwayat tentang syafa’at para nabi dan juga malaikat buat para hamba, doa orang hidup buat orang - orang yang telah mati dan juga semacamnya. orang yang berkata kalau ayat ini mansûkh (hukumnya dihapus) dengan perkara - perkara tadi merupakan perkataan yang tidak benar. karna dalil yang spesial tidak menghapus dalil yang universal, tetapi cuma mengkhususkannya (mempersempit keumuman maknanya). sampai - sampai seluruh dalil yang menampilkan kalau manusia dapat memperoleh khasiat dari tidak hanya usahanya seorang diri itu merupakan dalil yang mengkhususkan keumuman ayat di atas. ” (fathul qadir, tafsir tulisan an - najm ayat 39)

adab - aturan - sebelum - anda - membaca - alquran

ada juga membaca al - qur’ân kemudian pahalanya dihadiahkan buat orang yang telah mati, tidak terdapat dalil yang menuntunkannya.

5. allah azza wa jalla merendahkan al - qur’ân bagaikan anugerah (petunjuk) untuk manusia. sampai - sampai orang hidup dapat memakainya, menjajaki petunjuknya di dunia ini dan juga mengamalkannya. di akhirat, orang - orang yang serupa ini hendak dituntun oleh al - qur’ân mengarah surga.

sebaliknya orang yang telah mati, hingga amalannya telah terputus, ia tidak sanggup menambahi ataupun kurangi amalannya.

perbuatan sebagian orang di era ini sebaliknya dengan keadaan di atas. kala masih hidup, mereka meninggalkan al - qur’ân, enggan membaca ataupun mendengarkannya. mereka lebih suka menyanyi, mendengar musik, menyaksikan film dan juga perihal lain yang tidak berguna di akhirat. bila terdapat orang mati, mereka membacakan al - qur’ân buat jenazah tersebut pada kegiatan pemakamannya ataupun di kuburnya.
mereka ini ibarat orang mogok makan hingga mati kelaparan. sehabis ia mati, orang - orang mendatanginya mengantarkan santapan supaya ia memakannya. al - qur’ân cuma berguna untuk orang yang hidup sepanjang masih berposisi di dunia, ladang beramal. ada juga sehabis mati, hingga ia telah pindah dari fase beramal mengarah fase pembalasan amal. pada waktu itu al - qur’ân tidak berguna menurutnya, karna kala hidup ia meninggalkan al - qur’ân, sementara itu ia sanggup mengambil khasiat darinya. allâh azza wa jalla berfirman :

إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ

al - qur’ân itu tidak lain cumalah pelajaran dan juga kitab yang berikan penerangan. biar ia (muhammad) berikan peringatan kepada orang - orang yang hidup dan juga biar pastilah (ketetapan azab) terhadap orang - orang kafir. [yâsîn/36: 69 - 70]

allâh azza wa jalla pula berfirman,

كَذَٰلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ ۚ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا خَالِدِينَ فِيهِ ۖ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلًا

“demikianlah kami kisahkan kepadamu (muhammad) sebagian cerita umat yang telah kemudian, dan juga sebetulnya telah kami bagikan kepadamu dari sisi kami sesuatu peringatan (al - qur’ân). barangsiapa berpaling dari al - qur’ân, hingga sebetulnya dia hendak memikul dosa yang besar di hari kiamat. mereka kekal di dalam kondisi itu dan juga sangat buruklah dosa itu bagaikan beban untuk mereka di hari kiamat. ” [thâha/20: 99 - 101]

6. membaca al - qur’ân merupakan ibadah dan juga ibadah itu tauqifiyyah, maksudnya wajib menjajaki tuntunan. bila seorang beribadah tanpa tuntunan, berarti ia beribadah kepada allâh semaunya seorang diri, sementara itu allâh azza wa jalla berfirman :

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya bagaikan tuhannya ! hingga apakah kalian mampu jadi pemelihara atasnya ? , ataupun apakah kalian mengira kalau mayoritas mereka itu mendengar ataupun mengerti? mereka itu tidak lain, cumalah serupa fauna ternak, terlebih lagi mereka lebih sesat jalannya (dari fauna ternak itu). [al - furqân/25: 43 - 44]

7. pahala sesuatu amal belum tentu diraih oleh orang yang mengamalkannya. gimana bisa jadi dia menghadiahkan suatu yang belum tentu kepada teman . karna amalan hendak diterima dengan sebagian ketentuan :

1. iman
2. ikhlas
3. setimpal tuntunan syari’at
4. bersih dari perihal yang membatalkan amal, serupa riyâ’, ‘ujub dan juga yang lain.
seorang tidak ketahui, apakah amalnya diterima ataupun tertolak.

dalam suatu riwayat disebutkan kalau ibnu umar radhiyallahu anhuma sempat mengatakan, “jika saya ketahui shalatku diterima (oleh allâh) , hingga saya betul - betul mengharapkan kematian, karna allâh azza wa jalla berfirman :

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

sebetulnya allâh azza wa jalla cuma menerima (amalan) dari orang - orang yang bertakwa. [al - mâidah/5: 27]

8. membaca al - qur’ân pada kegiatan kematian ataupun di depan jenazah ataupun di kuburan menggambarkan masalah baru dalam agama, sebaliknya seluruh masalah baru dalam agama merupakan bid’ah dan juga seluruh bid’ah merupakan sesat. rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

saya wasiatkan kepada kalian buat bertaqwa kepada allâh; mendengar dan juga taat (kepada penguasa kalangan muslimin) , meski seseorang budak habsyi. karna sebetulnya barangsiapa hidup setelahku, ia hendak memandang perselishan yang banyak. hingga harus kalian berpegang kepada sunnahku dan juga sunnah para khalifah yang memperoleh petunjuk dan juga lurus. peganglah dan juga giggitlah dengan gigi geraham. jauhilah seluruh masalah baru (dalam agama) , karna seluruh masalah baru (dalam agama) merupakan bid’ah, dan juga seluruh bid’ah merupakan sesat. [hr. abu dawud nomor: 4607; tirmidzi 2676; ad - darimi; ahmad; dan juga yang lain dari al - ‘irbâdh bin sâriyah]

perbuatan tersebut tidak terdapat tuntunan dari nabi, dari khulafaur rasyidin, dari para teman, dari tabi’in dan juga dari tabi’ut tabi’in, sampai - sampai hukumnya bid’ah dan juga sesat.

9. bahwa kita ketahui kalau perihal itu bid’ah, hingga tentu tidak terdapat pahalanya, kebalikannya yang terdapat merupakan dosa. bila demikian keadaannya, hingga menghadiahkan pahala menggambarkan perkataan dan juga perbuatan percuma. ini ibarat orang yang menggenggam tangannya yang kosong, kemudian ia mengatakan kepada teman yang memerlukan dorongan, “ambillah! ”, sementara itu tangannya kosong.

10. sebetulnya seluruh orang amat perlu kepada amalannya. pada hari kiamat nanti, seluruh orang hendak amat mengkhawatirkan pribadinya, akankah amalannya dapat menyelamatkannya ? ! tiap - tiap hendak lebih mementingkan pribadinya daripada saudaranya ataupun ibunya ataupun ayahnya. bila demikian, berarti orang yang menghadiahkan amalannya seolah ia sudah membenarkan kalau pribadinya dipastikan nyaman, tidak rugi dan juga seolah tidak perlu karunia allâh azza wa jalla. allâh azza wa jalla berfirman :

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

dan juga apabila tiba suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua) , pada hari kala manusia lari dari saudaranya, dari bunda dan juga ayahnya, dari istri dan juga anak - anaknya. tiap orang dari mereka pada hari itu memiliki urusan yang cukup menyibukkannya. [‘abasa/80: 33 - 37]

demikianlah penjelasan pendek tentang sebagian poin berarti berkaitan dengan teks al - qur’ân yang dihadiahkan pahalanya buat orang yang sudah wafat. terdapat sebagian orang yang berkilah kalau apa yang ia jalani itu merupakan tradisi ataupun adat. tetapi itu cuma sebab aja, karna yang jadi tujuannya merupakan pahala, sedangkan yang namanya tradisi ataupun adat, penerapannya bukan buat mencari pahala. bahwa tujuannya mencari pahala, berarti itu merupakan ibadah. dan juga ibadah wajib setimpal dengan tuntunan syari’at.

mudah - mudahan penjelasan pendek ini dapat berguna dan juga menggugah pemahaman kita buat lebih antusias dan juga waspada dalam melakukan ibadah.

[disalin dari majalah as - sunnah edisi 07/tahun xiv/1431/2010m. penerbit yayasan lajnah istiqomah surakarta, jalan. solo - purwodadi kilometer. 8 selokaton gondangrejo solo 57183 telp. 0271 - 858197 fax 0271 - 858196]
_______
footnote
[1]. catatan kaki kitab at - tanbihatul lathîfah ‘ala ma ihtawat ‘alaihi al - ‘aqidatul wasithiyah, hlm. 34, tahqiq syaikh ali bin hasan, penerbit dar ibnil qayyim







(sumber: http:// yesmuslim. blogspot. com/2016/08/al-quran-untuk-orang-yang-masih-hidup. html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ads
Diberdayakan oleh Blogger.